Jakarta http://Burusergap.id Saiful Huda Ems setelah putar otak lama, mendapatkan suatu kesimpulan, bahwa status tersangka pada Sekjen PDIP, yakni Hasto Kristiyanto yang dinyatakan oleh KPK, dari sisi tinjauan hukum sebenarnya sangat mungkin dapat dibatalkan. Mengapa bisa demikian, apa alasannya?
Menurut Saiful Huda,”Pertama”, masihkah kita mengingat bagaimana penyidik KPK, yakni RPB memperlakukan Hasto ketika Hasto datang pertamakali ke KPK untuk dimintai keterangannya?
Saat itu penyidik KPK tersebut telah merampas 3 handphone milik Hasto bersama buku catatan harian PDIP yang dibawa asisten Hasto, yakni Kusnadi. Dalam melakukan aksinya tersebut, RPB telah menggunakan topi dan masker.
Apa yang dilakukan oleh penyidik KPK tsb., merupakan suatu pelanggaran hukum, karena dilakukan dengan paksa dan dengan cara membohongi orang (Kusnadi) ungkapnya kepada media, 25/12/2024.
Kedua, jika mau jujur, sebenarnya penetapan tersangka pada Hasto oleh KPK tsb., merupakan hal yang tergolong sangat dipaksakan, karena pada kenyataannya sampai detik ini belum ada bukti baru (novum), yang mengidentifikasikan bahwa Hasto Kristiyanto terlibat dalam upaya pemerasan mantan komisioner KPU pada Harun Masiku.
Atau jika mau mengikuti persepsi KPK, yakni kasus penyuapan Harun Masiku pada mantan komisioner KPU dan mantan Anggota BAWASLU, yakni Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina.
Ketiga, dalam konteksnya Hasto Kristiyanto yang bukan merupakan pejabat negara, melainkan hanya sebatas Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, posisi Hasto Kristiyanto maupun Harun Masiku ketika perkara itu terjadi, harusnya bukan di posisikan sebagai penyuap apalagi diposisikan sebagai penerima suap.
Baik Hasto Kristiyanto maupun Harun Masiku, harusnya malah diposisikan sebagai korban pemerasan oleh oknum komisioner KPU dan BAWASLU, yang kedua-duanya sudah mendapatkan hukuman penjara oleh putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2020 yang lalu.
Hal yang lebih memperkuat pendapat hukum saya itu, adalah Hasto Kristiyanto maupun Harun Masiku bertindak seperti yang dituduhkan oleh KPK –jika itu memang yang terjadi–, merupakan implementasi dari Fatwa Hukum yang diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam soal Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg terpilih di Pemilu 2019.
Sekedar informasi, bahwa dalam sistem hukum di Indonesia, alat bukti yang diperoleh secara tidak sah, bisa mengakibatkan gugurnya status tersangka seseorang, karena alat bukti yang diperoleh secara tidak sah, tidak dapat digunakan dalam proses peradilan.
Apa yang saya katakan ini benar-benar nyata, dan sudah menjadi konvensi atau kebiasaan dalam hukum ketatanegaraan, khususnya bagi Mahkamah Agung dll.nya dalam memutus suatu perkara.
Dalam dunia hukum hal tersebut dikenal dengan istilah “Doctrine of the Fruits of the Poisonous Tree” atau “Asas Buah dari Pohon Beracun”.
Asas itu bermakna bahwa apabila alat bukti diperoleh dengan cara melanggar hukum, maka alat bukti tersebut tidak sah dan tidak dapat digunakan dalam persidangan.
Dasar Hukum dari apa yang saya katakan itu bisa kita lihat dari Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XIV/2016, yang menyatakan;
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa alat bukti yang diperoleh secara melanggar Hak Asasi Manusia atau prosedur hukum, dinyatakan tidak dapat digunakan di pengadilan.
Dari apa yang saya uraikan di atas, dapatlah ditarik kesimpulan konkrit, yakni Hasto Kristiyanto status tersangkanya bisa dibatalkan oleh KPK !
Ini sudah sesuai dengan syarat pembatalan tersangka itu sendiri, yakni; kurangnya bukti, jikapun ada bukti itu diperoleh dengan melanggar hukum; bukan merupakan tindak pidana khusus, karena tidak ada kerugian negara dll.
Demikian pendapat hukum yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya marilah bersama kita diskusikan secara jernih dan tidak keluar dari aspek hukum yang berlaku di Indonesia.
Bony A/Red
Sumber :
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer Praktisi Hukum dan Analis Politik.